Lampuhijau.com - Istilah mahar politik sedang marak dibicarakan dengan adanya Pilkada serentak Tahun 2018 ini. Hal ini sebenarnya mungkin sudah lama terjadi dengan banyaknya pejabat Kepala Daerah yang terkena kasus korupsi atau OTT KPK dalam tahun 2017 kemarin. Banyak orang berpendapat, pejabat yang terkena kasus korupsi karena mereka sudah mengeluarkan biaya yang cukup besar dalam pertarungan memenangkan Pilkada. Saat menjadi pejabat pada akhirnya banyak yang lebih mementingkan "uang kembali" dari modal yang sudah dikeluarkan selama nyalon.
Partai Golkar yang mengusung Dua DM, Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi dari keterangan salah satu pendiri partainya, Agung Laksono, menjelaskan bahwa pengusungan kedua DM ini karena kapasitas dan kapabilitas keduanya dan bukan karena isi tas pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur ini.
"Kami mengusung dua DM karena kapasitas dan kapabilitasnya, bagaimana kita tidak pernah menanyakan ente punya duit berapa," kata Agung Laksono saat ditemui di Hotel Horison Bandung, Senin (15/1). Dua DM ini menurut Agung Laksono merupakan sosok yang mampu untuk memimpin masyarakat di Jawa Barat karena keduanya sudah memiliki pengalaman yang mumpuni sebagai pimpinan daerah di Jawa Barat. Deddy Mizwar sebagai wakil Gubernur Jawa Barat, sementara Dedi Mulyadi sebagai Bupati Purwakarta.
Agung menambahkan bahwa uang untuk perhelatan pilkada pastilah dibutuhkan terutama untuk kebutuhan logistik saat kampanye, namun hal itu bukan diartikan sebagai mahar atau money politik. ""Kami bukan partai yang memberi money politik, meskipun memang logistik itu ada akan tetapi money politik itu tidak boleh dilakukan," tambahnya.
Dua DM ini dianggap Partai Golkar memiliki visi dan misi yang bagus untuk masyarakat Jawa Barat, karena itu pendekatan yang akan dilakukan kedua pasangan ini lebih mengarah kepada kapasitas dan kapabiltas kedua calonnya ini dan bukan pendekatan uang atau yang biasa disebut masyarakat dengan istilah "Wani piro".