Good Cop, Bad Cop
Yang suka nonton film detektif dan polisi pasti tahu dengan istilah ini, good cop, bad cop. Ini adalah teknik mendapatkan kepercayaan dari seseorang dengan membuat situasi dimana ada yang jadi polisi baik selain polisi buruk yang ada.
Ceritanya biasanya seseorang tersangka sedang diinterogasi tapi tak mau bekerjasama. Penjelasannya selalu mutar-mutar dan seperti menyembunyikan sesuatu. Untuk itu harus diciptakan seorang bad cop, maka mulailah ada polisi yang berperan untuk menekan, mengancam, mengintimidasi si tersangka. Bahkan kalau perlu mengancam akan membunuhnya. Ditengah tekanan dan situasi itu, masuk seorang polisi yg memerankan polisi baik. Dia akan menghentikan persekusi itu, menyetop polisi buruk itu, dan bahkan kalau perlu berkelahi dengan polisi buruk itu dan bahkan harus bisa jadi korban seperti jatuh, dipukul, dll. Situasi ini akan membuat polisi baik ini mendapatkan kepercayaan dari sang tersangka yang merasa senasib dengan polisi baik ini dan si tersangkan biasanya mau membagi informasi dengan polisi baik ini.
Teknik ini bahkan dibahas secara khusus dalam psikologi dan bisa diimplementasikan dalan psikologi massa dan komunikasi massa dan hal-hal lainnya. Bahkan juga diiimplementasikan di dunia bisnis terutama dalam negosiasi bisnis. Teknik ini diajarkan oleh para profesional dengan memberikan teori untuk mengenal situasinya dan workshop untuk melatih kemampuan menjadi bad cop/good cop.
Ketika Jokowi mengangkat Ali Mochtar Ngabalin beberapa waktu lalu, pada dasarnya didasarkan atas kekuatiran dari pendukung Jokowi bahwa Jokowi terkesan mempunyai gap komunikasi dengan ummat Islam dan membawa kesan bahwa pemerintahannya mempunyai jarak dengan ummat Islam. Situasi ini amat berbahaya di tahun pemilu karena bisa membuat elektabilitas seret untuk terpilih kembali. Kekuatiran ini ada benarnya.
Nasihat ini kemudian diikuti dengan mencari sosok yang tepat yang bisa mengambil peran komunikasi itu dan sosok yang ditemukan oleh tim Kantor Staf Presiden adalah sosok Ngabalin. Ngabalin mungkin dianggap bisa jadi jembatan yang cocok untuk mengambil peran itu. Pembawaan Ngabalin yang selalu bersorban dianggap bisa memberikan kesan religious untuk mendapatkan kepercayaan ummat Islam. Diharapkan Ngabalin bisa melakukan berbagai manuver untuk menjadi jembatan Jokowi dan Ummat Islam.
Yang terjadi adalah Ngabalin malah menciptakan situasi bad cop / bad cop. Situasi bad cop yang ada seharusnya di counter dengan peran good cop, dimana dia harus mendapatkan "trust" dan "kepercayaan" ummat. Tapi yang dilakukan justru menjadi bad cop dengan membuat dirinya satu kubu dengan bad cop itu.
Mengapa demikian ? Belum lama dilantik Ngabalin sudah membuat berbagai pernyataan yang antara lain kutipannya kira-kira seperti ini :
“Presiden Jokowi mewakili Tuhan di bumi”.
“Dalam agama , pemerintah tak boleh difitnah”.
“Subhanallah di sini tiada hari orang berpikir tentang kepentingan bangsa dan negara, berpikir tentang kepentingan umat”.
“Saya Berkewajiban Memberi Tahu Pemerintah Menjalankan Tugas Mulia”.
Bahkan pernyataan terakhir Ngabalin adalah meminta agar Pak Amin Rais dipecat dari dewan Pembina PA 212, karena pernyataan Pak Amin bahwa Jokowi akan dilengserkan Allah.
Berbagai tindakan Ngabalin ini bukan menambah kepercayaan ke Jokowi yang dalam berbagai survey elektabilitasnya makin melorot, tapi justru menambah barisan orang yang tak percaya. Jokowi terkesan mau mencoba menipu ummat dengan mengambil sosok Ngabalin untuk melakukan cover up atas berbagai kebijakannya.
Yang terjadi malah sosok Ngabalin dianggap sebagai pihak yang mencoba mengadu domba ummat Islam dengan menciptakan tokoh Ngabalin yang berbeda dari stream ummat Islam yang lain.
Tujuan tulisan ini, sekedar wanti-wanti kalau sampai benar-benar ada tokoh good cop yang benar-benar dibuat dan agar ummat Islam tak tertipu oleh peran good cop. Kalau ada yang datang adalah bad cop, maka yang mengirimnya memang idiot.