Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan bahwa pembelian Sukhoi melalui mekanisme imbal beli tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Pihaknya telah memastikan proses pembelian pesawat tempur Sukhoi Su-35 akan segera rampung.
Pembelian 11 unit pesawat Sukhoi tersebut dilakukan untuk mengganti pesawat tempur F-5 yang dikandangkan.
Kepala Pusat Komunikasi (Kapuskom) Kementerian Pertahanan (Kemhan) Brigjen TNI Totok Sugiharto menuturkan, ada dinamika yang membuat pembelian tersebut terpaksa tertunda. Namun, ia meyakini prosesnya tidak akan panjang.
"Bukan ditunda. Karena kan ada dinamikanya. Tinggal kita nanti progress-nya dengan Rusia tinggal tandatangan kontrak saja," ucap Totok seusai konferensi pers di awasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (29/12/2017).
Adapun Staf Ahli Menteri Pertahanan Bidang Ekonomi Bondan Tiara menuturkan, saat ini pihaknya tengah menunggu perjanjian imbal dagang dengan pihak Rusia.
"Tahapnya sudah sampai tahap akhir. Kita tinggal menunggu perjanjian imbal dagang," ujar Bondan.
Menurut Bondan, saat ini pihaknya masih menunggu kesepakatan komoditas apa yang akan menjadi barter dalam perjanjian imbal dagang tersebut. Komoditas yang diinginkan Pemerintah Rusia sebelumnya adalah karet. Namun, hal itu belum disepakati lantaran Indonesia ingin Rusia membeli karet dalam bentuk barang jadi, bukan bahan mentah.
Hal itu dikarenakan karet dalam bentuk barang jadi, dalam hal ini ban, dianggap memiliki nilai tambah (added value). Meski begitu, ia meyakini prosesnya tak akan terlalu lama.
"Waktunya enggak terlalu lama lagi sehingga kita sudah merencanakan bahwa tidak ada kekosongan di situ. Karena judulnya pengganti F-5," tuturnya.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia dan Rusia sepakat melakukan imbal beli dalam membeli 11 pesawat Sukhoi SU-35 dengan sejumlah komoditas nasional. Barter tersebut terealisasi setelah ditandatangainya nota kesepahaman (MoU) antara BUMN Rusia, Rostec, dengan BUMN Indonesia, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia.
Kelihatannya Indonesia mulai memiliki taktik perdagangan ke luar negeri. Indonesia tidak akan mengirim barang mentah, karena tidak memiliki nilai tambah penjualan. Dengan mengirimkan barang jadi, maka devisa negara pun akan bertambah.