Kunjungi Myanmar, Paus Fransiskus tidak Sebut kata Rohingya

Kunjungi Myanmar, Paus Fransiskus tidak Sebut kata Rohingya

Admin
29 Nov 2017
Dibaca : 1247x
Gereja Katolik di Myanmar sudah Wanti-wanti Paus jangan Sebut Kata Rohingya

 

NAYPYIDAW – Paus Fransiskus bertemu Aung San Suu Kyi pada hari kedua lawatannya ke Myanmar kemarin (28/11). Dalam pidato setelah pertemuan tersebut, bapa suci umat Katolik itu berbicara tentang Rohingnya. Namun, sebagaimana dianjurkan Gereja Katolik Myanmar, paus sama sekali tidak menyebut kata Rohingya. 

”Harta karun Myanmar yang paling berharga adalah rakyatnya. Sayang, mereka hidup menderita dan terus-menerus merasakan penderitaan karena konflik sipil serta kejahatan yang sudah berlangsung lama dan menciptakan perpecahan,” ujar Paus. Kendati yang dideskripsikan adalah kaum Rohingya, rohaniwan 80 tahun tersebut menghindari kata Rohingya. 

Gereja Katolik Myanmar sudah jauh hari meminta orang nomor satu Vatikan itu menghindari kata Rohingnya. Jika paus tidak mengikuti saran mereka, Gereja Katolik Myanmar mengaku khawatir dengan masa depan umat Katolik di sana. Sebab, sejumlah tokoh penting telah mewanti-wanti gereja tentang hal tersebut. 

Pemerintah dan rakyat Myanmar tidak menggunakan kata Rohingya untuk menyebut kelompok masyarakat yang sudah lama menghuni perbatasan Myanmar-Bangladesh tersebut. Mereka menyebut kaum Rohingya sebagai Bengali. Kata yang mengacu pada leluhur asli Rohingnya itu mengandung konotasi negatif di Myanmar. Sebab, Myanmar tidak mengakui masyarakat Rohingya sebagai bagian dari mereka. Paus juga tak menggunakan kata Bengali. 

Kemarin Suu Kyi memberikan keterangan singkat tentang pertemuannya dengan Paus. Dalam pertemuan perdana itu, menurut putri mendiang Jenderal Aung San tersebut, mereka banyak membahas tentang konflik antaretnis. Di hadapan Paus, dia mengakui bahwa kelompok-kelompok suku bangsa di Negara Bagian Rakhine sangat mudah tersulut isu. 

”Saya akui bahwa apa yang terjadi di Rakhine telah menyedot perhatian dunia. Isu-isu politik, ekonomi, dan sosial telah mengikis rasa saling percaya antaretnis di Rakhine,” paparnya. Senin (27/11) dia kehilangan gelar Freedom of the City dari Dewan Kota Oxford. Dewan mencabut gelar yang dianugerahkan pada 1997 dan diterima Suu Kyi pada 2012 itu. 

Hari ini (29/11) Paus memimpin misa di Kota Yangon. Sedikitnya 200.000 umat akan mengikuti misa pada hari terakhir lawatan Paus ke Myanmar tersebut. Dari Myanmar, dia bakal melanjutkan lawatan ke Bangladesh. Di negara tetangga Myanmar itu, dia dijadwalkan bertemu perwakilan para pengungsi Rohingya. Setelah kerusuhan Agustus lalu, lebih dari 620.000 warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh. 

Sementara itu, Komite Pemberantasan Diskriminasi terhadap Perempuan alias Committee on the Elimination of Discrimination Against Women (CEDAW) menerbitkan imbauan mengenai kekerasan terhadap kaum Rohingya di Myanmar. Komite PBB tersebut meminta pemerintahan Suu Kyi menyampaikan laporan lengkap tentang jumlah perempuan dewasa dan anak-anak yang tewas dalam konflik di Rakhine itu. 

”Komite memberi waktu enam bulan kepada pemerintah Myanmar untuk menyampaikan laporan yang kami minta itu kepada Sekjen PBB Antonio Guterres,” kata salah seorang anggota komite. Total, ada 23 pakar independen dari berbagai negara yang menjadi anggota komite tersebut. Selain itu, komite meminta militer menyebut unit mana yang menyiksa etnis Rohingya dan memperkosa kaum perempuannya. (AP/Reuters/BBC/aljazeera/hep/c16/any)

Artikel Terkait

Artikel Lainnya

Copyright © 2025 LampuHijau.com - All rights reserved
Copyright © 2025 LampuHijau.com
All rights reserved