Pabrik Kembang Api yang Meledak Tak Kantongi Izin Usaha

Pabrik Kembang Api yang Meledak Tak Kantongi Izin Usaha

Admin
31 Okt 2017
Dibaca : 1740x
Izinnya hanya Pengemasan Kembang Api saja

LampuHijau. TANGERANG - Polrestro Tangerang menemukan lima pelanggaran yang dilakukan PT Panca Buana Cahaya Sukses dalam kasus meledaknya pabrik pembuatan petasan dan kembang api. Salah satu pelanggaran fatal perusahaan tersebut, yakni rekayasa pengajuan izin. Saat pengajuan izin ke Pemkab disebut sebagai usaha pengemasan kembang api, namun kenyataannya memproduksi petasan dan kembang api. 

 “Ada lima pelanggaran yang ditemukan di lokasi, setelah tim melakukan ivestigasi mendalam terkait tragedi ini. Kami pun sudah menyerahkan laporannya ke penyidik Polda Metro untuk dijadikan barang bukti menjerat pemilik pabrik ini,” kata Kapolrestro Tangerang, Kombes Pol Harry Kurniawan kepada sejumlah wartawan, saat dikonfirmasi, kemarin (30/10).

Dijelaskan Harry, pelanggaran yang dilakukan itu terdapat pada izin usaha, izin pembuatan petasan, izin Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, dan mempekerjakan anak di bawah umur. 

“Itu semua tidak ada dimiliki pabrik petasan ini. Kami dapatkan ini dari hasil invstigasi dengan tim terpadu. Kalau izin perusahaan memang ada tetapi semuanya dilanggar oleh bos pabrik itu,” paparnya.

Tak sampai di sana, sambung Harry, pelanggaran yang paling telak dilakukan PT Panca Buana Cahaya Sukses adalah tidak adanya izin usaha pembuatan petasan. Sebab, selama ini izin import bahan peledak ringan ini sudah dilarang oleh Pemerintah Pusat. 

“Itu kesalahan fatal. Nanti akan kami telusuri lebih lebih dalam ke instansi yang ada, kenapa sampai ada penerbitan izin operasional untuk kegiatan yang ilegal,” tegasnya.

Dengan terbongkarnya kesalahan itu, sambung Harry, pihaknya berharap Pemkab Tangerang dapat segera mengevaluasi izin gudang yang telah dikeluarkan kepada ratusan perusahaan yang ada. Mengingat penyalahgunaan perizinan untuk mendapatkan untung besar dari legalitas yang diberikan selalu terjadi. Kemudian, polisi pun berharap pengawasan perizinan terus dilakukan pemerintah daerah ini.

“Kami akan bantu Pemkab memeriksa izin pergudangan, baik dari lokasi dan kegiatan usaha yang dilakukan. Jangan sampai kasus ini terulang lagi, karena yang akan menjadi korban adalah masyarakat juga. Ini sebagai contoh yang konkrit agar dapat menjalankan pengawasan dan pengecekan perizinan,” imbuhnya.

Dalam olah tempat kejadian perkara (TKP), Tim DVI Polri menemukan sejumlah benda yang diduga sebagai tulang manusia. Benda diduga tulang belulang di lokasi dekat tempat pengelasan yang jadi sumber api saat kebakaran pabrik. Selain menemukan benda yang diduga tulang manusia, tim DVI juga mengamankan dua buah ponsel. Kondisi benda yang diduga tulang manusia itu sudah berwarna hitam gosong dan rapuh jika ditekan. Semua barang yang ditemukan saat olah TKP siang ini akan dibawa ke Puslabfor Polri untuk diidentifikasi.

Menyikapi itu, Bupati Tangerang, Ahmed Zaki Iskandar menuturkan, bahwa pihaknya telah mencabut izin PT Panca Buana Cahaya Sukses tersebut. Alasannya, karena pabrik sudah melanggar legalitas yang diberikan Pemkab Tangerang, yakni izin usaha pengemasan kembang api dan bukan memproduksi petasan. Ada juga izin usaha rumahan yang mempekerjakan 10 orang karyawan.

“Sudah kami cabut, karena terbukti menyalahgunakan izin resmi yang kami keluarkan. Kami keluarkan izin ini karena memang peruntukannya untuk manufaktur bukan pembuatan petasan. Ini kan baru diketahui setelah adanya kebakaran di pabrik itu,” tuturnya.

Zaki menambahkan, yang perlu diselidiki saat ini adalah laporan perusahaan kepada Dinas Tenaga Kerja Provinsi Banten soal jumlah pekerja di pabrik kembang api tersebut. Awalnya, pabrik itu beroperasi dengan izin gudang pada 2015 dengan status manufaktur atau pengemasan. Pada 2016, izin industrinya diterbitkan Pemrov Banten sehingga 2017 diperpanjang lagi sejak dua bulan lalu. Karena perusahaan semestinya melapor ke Provinsi jika pekerja mencapai ratusan orang. Apalagi, pengawasan terhadap pabrik itu sudah seluruhnya ditangani oleh Pemprov Banten dan bukan Pemkab Tangerang.  

“Korban dan Pekerja banyak lebih dari 100 orang, perusahaan harus lapor ulang. maka dari itu, nanti kita tunggu hasil penyelidikan pihak polisi dulu, yang menentukan pelanggaran-pelanggarannya apa saja,” pungkasnya. 

 

Sementara dari rumah sakit dikabarkan, korban meninggal akibat kebakaran pabrik petasan terus bertambah. Setelah Nurhayati, kali disusul oleh Atin Puspita, 32, warga asal Pekalongan, Jawa Tengah yang meninggal dunia di Intensive Care Unit (ICU) RSUD Kabupaten Tangerang, pukul 22.55 WIB Minggu (29/10). Dengan demikian, jumlah tewas total 49 orang. 

Wakil Direktur Pelayanan Penunjang RSUD Kabupaten Tangerang, E Widyastuti mengatakan, Atin merupakan satu dari empat korban kebakaran yang mengalami luka bakar hingga 80 persen dan dirawat di ICU. Korban meninggal dunia setelah empat hari menjalani perawatan oleh tim medis RSUD. 

“Tadi malam Atin meninggal dunia saat sedang menjalani perawatan. Kami sudah berusaha sekuat tenanga menyelamatkan nyawanya, tetapi karena luka bakarnya sudah menyebar ke seluruh tubuh membuat Atin tak kuat menahan rasa panas di tubuhnya itu,” tegasnya Senin, (30/10).

Widyastuti menjelaskan, saat dibawa ke RSUD Kabupaten Tangerang, kondisi kesehatan Atin terus menurun. Bahkan, pasca dilakukannya tindakan operasi pembuluh selaput otot pada Kamis (26/10) malam, lalu, tidak ada tanda-tanda kondisi kesehatan warga Pekalongan ini membaik. 

 “Sekarang yang masih kritis dan dirawat di ICU adalah Siti Fatimah dan Sami, luka bakar 80 persen. Kondisi kesehatan mereka menurun. Untuk luka bakar di bawah 50 persen masih kami rawat di ruang inap. Jenazah Atin sudah kami kremasi dan rencananya akan dibawa keluarganya ke Pekalongan,” paparnya.

Mengenai biaya perawatan seluruh pasien yang mengalami luka bakar itu, Widyastuti menegaskan, semua ditanggung oleh perusahaan tempat para korban bekerja dan Pemkab Tangerang. Termasuk biaya penguburan Atin Puspita yang meninggal dunia setelah menjalani perawatan selama tiga hari. Kata dia, enam dokter pun dipersiapkan 24 jam untuk mengontrol kondisi pasien yang kritis dan dirawat di IGD RSUD Kabupaten Tangerang.

Sementara, suami Atin Puspita, Supri menuturkan, keluarga besarnya tak menyangka jika istrinya tersebut meninggal dunia setelah menjalani pengobatan selama empat hari di RSUD Kabupaten Tangerang. 

“Istri saya ini digaji hanya Rp400 ribu/bulan dengan resiko yang cukup besar. Saya minta yang punya pabrik bertanggungjawab atas ini semua. Saya berharap polisi dapat menghukum berat korban,” pungkasnya.  

Artikel Terkait

Artikel Lainnya

Copyright © 2025 LampuHijau.com - All rights reserved
Copyright © 2025 LampuHijau.com
All rights reserved