Dibandingkan dnegan bulan-bulan lainnya, banyak bayi yang lahir pada bulan September 2017 di Amerika Serikat. Itu menandakan bahwa libur Natal dan Tahun Baru adalah waktu paling populer sepanjang tahun untuk melakukan "pembuahan".
Banyak ilmuwan menganggap lonjakan kelahiran di bulan September merupakan respons biologis karena terjadi perubahan musim, di mana suhu sangat turun dan dingin serta waktu malam yang semakin lama.
Tapi, sebuah studi terbaru dari Scientific Reports mengatakan bahwa semua lonjakan kelahiran bayi di waktu tersebut lebih berkaitan dengan budaya masyarakat ketimbang alasan biologis.
Dengan menggunakan data dari seluruh dunia, para periset Indiana University dan Instituto Gulbenkian de Ciencia di Portugal menemukan bahwa "puncak seks" memang terjadi di sekitar hari libur besar, terlepas dari musimnya.
Untuk menyelidiki mood dan minat seks, peneliti melihat data Google Trends dari 2004 hingga 2014, serta data Twitter dari 2010 sampai 2014 di hampir 130 negara di dunia.
Di negara-negara yang mayoritas beragama Kristen, peneliti menemukan bahwa pencarian web untuk kata "seks" paling tinggi terjadi saat Natal. Padahal di negara-negara belahan bumi bagian selatan seperti Australia dan Argentina, Natal berlangsung saat musim panas.
Hal itu serupa dengan negara mayoritas Muslim, di mana pencarian web untuk kata "seks" melonjak saat libur Idul Fitri. Menurut periset, ini sangat menarik karena Ramadhan dan Idul Fitri terjadi berdasarkan kalender lunar dan terjadi bergantian di musim-musim yang berbeda.
"Minat pencarian di dunia maya pada kata kunci seks tidak berarti (bahwa) orang-orang menggemari unsur-unsur pornografi di musim liburan," jelas peneliti.
"Kami melihat peningkatan pada orang yang mencari pengetahuan seks secara umum, termasuk istilah medis, istilah tentang kontrasepsi dan sebagainya. Dan kenaikan itu berkorelasi sangat baik dengan peningkatan kelahiran sembilan bulan kemudian," ungkap penulis utama penelitian, Luis Rocha, seorang profesor informatika dan sains kognitif di Universitas Indiana.
Suatu teori dari para peneliti tersebut mengatakan, liburan adalah saat untuk merayakan, melakukan pertemuan sosial, dan terjadinya peningkatan konsumsi alkohol. Sayangnya, studi ini tidak menemukan kecenderungan serupa dalam korelasi tingkat kelahiran setelah liburan besar lainnya, seperti Thanksgiving di Amerika Serikat atau Paskah di Jerman dan Prancis.
"Liburan ini lebih melibatkan makanan dan keluarga. Jadi sepertinya, itu adalah sesuatu yang lebih dari sekadar unsur-unsur itu (seks)," ujar Rocha.
Kemungkinan lain, katanya, adalah bahwa Natal dan Idul Fitri sangat berorientasi pada keluarga dan melibatkan pemberian hadiah kepada anak-anak.
"Mungkin orang merasa lebih memiliki dorongan untuk menumbuhkan keluarga mereka saat berada di lingkungan seperti ini," katanya.
Rocha berharap penelitian masa depan akan menjawab beberapa pertanyaan yang tersisa. Temuan ini juga mungkin berdampak pada kesehatan masyarakat dan beberapa kebijakan, seperti membantu pemerintah merencanakan kampanye yang lebih efektif seputar seks yang aman pada waktu-waktu tertentu dalam setahun. Dalam hal ini, terutama diharapkan dapat membantu pemerintah di negara-negara berkembang yang kekurangan data tingkat kelahiran yang dapat diandalkan.