Dalam acara Sosialisasi Pilgub Jateng 2018, di Semarang, Sabtu (2/6/2018) yang diselenggarakan Pengurus Wilayah (PW) Fatayat NU Jateng bekerja sama dengan KPU Jateng, membahas mengenai politik uang apakah masih terjadi di Pilgub Jateng 2018.
Rupanya, politik uang disinyalir masih akan terjadi pada kontestasi Pilgub Jateng 2018. Praktik jaman dulu dengan dalang tim sukses hingga investor politik tersebut dianggap merusak demokrasi, yang harus diwaspadai oleh semua komponen negara.
Wakil Syuriah PWNU Jawa Tengah, Muhammad Adnan menghadiri acara tersebut. Ia mengungkapkan saat calon telah menggunakan uang, entah uangnya sendiri ataupun milik orang lain, tentunya uang yang dibagikan cuma-cuma untuk membeli suara tersebut akan membuat kerugian sendiri bagi calon untuk mengembalikannya. Apabila terpilih, pasti akan menjadi pemimpin yang 'Tegas'.
"Tegas itu artinya tegel (tega) dan nggragas, karena dia harus mengembalikan uang yang sudah digunakan. Apalagi yang melibatkan korporasi, yang kita dapatkan tidak hanya 'Tegas' tapi lebih dari itu," jelas Adnan.
Adnan menambahkan, hingga saat ini penerima uang tunai masih banyak ditemui di segelintir masyarakat Indonesia. Fenomena golput pun tak kalah keberadaannya.
Untuk mengatasinya, perangkat regulasi yang meliputi undang-undang maupun peraturan dari penyelenggara Pemilukada harus bisa mencegah terjadinya politik uang. Selain itu, mengedukasi masyarakat dan para calon yang akan maju dalam Pemilukada untuk tidak memberikan iming-iming kepada pemilih.
Dalam acara tersebut, Adnan menyampaikan harapannya yakni salah satu agen perubahan menuju Pilgub Jateng yang bersih adalah adalah Fatayat. Pasalnya, Fatayat merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan dengan jumlah anggota perempuan terbesar di Indonesia.
Kendati demikian, Komisioner KPU Jateng, Diana Ariyanti memprediksi partisipasi masyarakat dalam pemilihan gubernur (Pilgub) Jateng 2018 akan meningkat pada tanggal 27 Juni nanti, karena masyarakat boro (bekerja merantau) pulang ke kampung halamannya saat lebaran.
"Inilah sebenarnya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat," pungkas Diana.
Dalam acara Sosialisasi Pilgub Jateng 2018, di Semarang, Sabtu (2/6/2018) yang diselenggarakan Pengurus Wilayah (PW) Fatayat NU Jateng bekerja sama dengan KPU Jateng, membahas mengenai politik uang apakah masih terjadi di Pilgub Jateng 2018.
Rupanya, politik uang disinyalir masih akan terjadi pada kontestasi Pilgub Jateng 2018. Praktik jaman dulu dengan dalang tim sukses hingga investor politik tersebut dianggap merusak demokrasi, yang harus diwaspadai oleh semua komponen negara.
Wakil Syuriah PWNU Jawa Tengah, Muhammad Adnan menghadiri acara tersebut. Ia mengungkapkan saat calon telah menggunakan uang, entah uangnya sendiri ataupun milik orang lain, tentunya uang yang dibagikan cuma-cuma untuk membeli suara tersebut akan membuat kerugian sendiri bagi calon untuk mengembalikannya. Apabila terpilih, pasti akan menjadi pemimpin yang 'Tegas'.
"Tegas itu artinya tegel (tega) dan nggragas, karena dia harus mengembalikan uang yang sudah digunakan. Apalagi yang melibatkan korporasi, yang kita dapatkan tidak hanya 'Tegas' tapi lebih dari itu," jelas Adnan.
Adnan menambahkan, hingga saat ini penerima uang tunai masih banyak ditemui di segelintir masyarakat Indonesia. Fenomena golput pun tak kalah keberadaannya.
Untuk mengatasinya, perangkat regulasi yang meliputi undang-undang maupun peraturan dari penyelenggara Pemilukada harus bisa mencegah terjadinya politik uang. Selain itu, mengedukasi masyarakat dan para calon yang akan maju dalam Pemilukada untuk tidak memberikan iming-iming kepada pemilih.
Dalam acara tersebut, Adnan menyampaikan harapannya yakni salah satu agen perubahan menuju Pilgub Jateng yang bersih adalah adalah Fatayat. Pasalnya, Fatayat merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan dengan jumlah anggota perempuan terbesar di Indonesia.
Kendati demikian, Komisioner KPU Jateng, Diana Ariyanti memprediksi partisipasi masyarakat dalam pemilihan gubernur (Pilgub) Jateng 2018 akan meningkat pada tanggal 27 Juni nanti, karena masyarakat boro (bekerja merantau) pulang ke kampung halamannya saat lebaran.
"Inilah sebenarnya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat," pungkas Diana.