polri

Polri Memperlakukan Orang Islam dan Pendukung Rezim, Berbeda!

Admin
28 Mei 2018
Dibaca : 2093x
Polri bilang cuma kenakalan remaja, kalau saja santri yang buat video kritik pemerintah, pasti beda

PERLAKUAN ANAK CUKONG BEDA DENGAN ANAK SINGKONG
(Termasuk Kroni Yang Berhaluan Kepadanya)

Oleh : Naufal Althaf M. Ahmad

Entah sudah yang keberapa kalinya kita saksikan perlakuan hukum yang berat sebelah dari aparat penegak hukum (polisi) menyoal tentang:

1. Penistaan agama
2. Terorisme
3. Ujaran kebencian

Antara pelakunya yang berasal dari afiliasi Rezim dan yang berasal dari oposisi Rezim. Antara pelakunya orang Islam dan pelakunya orang Kafir.

Lagi-lagi kita saksikan perlakuan aparat kepolisian begitu sangat jelas terlihat berbeda, bukan diduga atau disinyalir lagi, tapi terang benderang terlihat begitu tebang pilih.

Kita kupas, Poin Pertama:
Penistaan Agama

Tindakan ini yang paling heboh hingga naik ke permukaan masyarakat adalah kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada 30 September 2016 lalu dan itupun begitu terlihat bahwa pihak kepolisian sejatinya tidak akan menindak Ahok jika tidak ada aksi 411 dan 212 serta aksi-aksi setelahnya meski tetap banyak kejanggalan walau sudah katanya, ditahan. Tetapi disisi lain perlakuan kepada Buni Yani sebagai pihak yang mengupload video Ahok dilakukan begitu berbeda oleh polisi.

Kemudian penistaan agama lainnya adalah kasus Viktor Laiskodat, G Pamungkas, Joshua Suherman hingga yang terbaru adalah Sukmawati yang telah membuat puisi yang merendahkan syariat Islam, cadar dan adzan. Dan semua ini tidak diproses sama sekali oleh kepolisian dengan alasan bahwa mereka sudah meminta maaf kepada umat Islam dengan mendatangi GP Ansor, ada pula yang mendatangi Majelis Ulama Indonesia (MUI) sehingga pihak yang didatanginya ini seketika itu pula langsung mengamini permintaan maaf, harus toleran, membela yang meminta maaf sehingga proses hukum pun dilupakanlah begitu saja. Selesai.

Poin Kedua:
Terorisme

Semua sudah tau bahwa terorisme itu adalah rekayasa buatan Amerika Serikat yang dimana pemutaran film berjudul "War On Terorrism" ini telah dimulai sejak 11 September 2001 (9/11) dengan skenario spektakuler berupa penabrakan 2 buah pesawat penumpang ke arah 2 buah gedung WTC (World Trade Center) kemudian pesona kekompakan berupa runtuhnya gedung tersebut dengan begitu rapihnya dengan cara memasang peledak di tiang-tiang lantai dasar kemudian diledakkan secara bersamaan, hingga... Whuuaallaa... berjejerlah secara bergilir semua lantai gedung jatuh satu persatu dengan kecepatan sekian detik bagai kumpulan kartu domino yang jatuh bergilir dengan cepat.

Maka disinilah episode Terorisme itu dimulai. Cobalah tanya ibu, bapak, kakek dan nenekmu, niscaya di jaman mereka sebelum tahun 2001 tidak ada yang namanya aksi dan istilah "Terorisme" apalagi selalu disematkan kepada Islam.

Lalu mulai bertebaranlah skenario-skenario susulan lainnya hasil cuci otak dari para intelejen kepada orang-orang yang buta politik hingga akhirnya menjadi korban politik dengan percaya bahwa Terorisme itu ada dan pelakunya adalah murni dari Islam.

Amerika Serikat berhasil menerapkan skenario Drama Teater Teroris ini dengan metode Top-Bottom --istilah yang penulis pakai saja-- yaitu metode yang mencuci otak pihak lain mulai dari tingkat Internasional dengan membentuk badan-badan, kesepakatan, tim-tim, antara komunitas negara tentang "War On Terorrism". Lalu turun ke tingkat Nasional, dengan akhirnya negara-negara ini sampai membuat Kebijakan tentang Terorisme, badan-badan, tim aparat khusus anti-teror. Kemudian turun ke masyarakat di masing-masing wilayah untuk semuanya mempercayai bahwa Terorisme itu ada dan adalah Islam.

Sudah banyak pula kejadian "Teror Bom" ini dilakukan, tetapi ternyata pelakunya adalah Kristen, salah satu contoh adalah kasus bom di Mall Alam Sutra Tangerang yang pelakunya adalah seorang Kristen Katholik bernama Leopard Wisnu Kumala yang ternyata tidak hanya 1 kali menaruh dan meledakkan bom di Mall Alam Sutra, tetapi sudah 4 kali, yaitu pada 6 dan 9 Juli 2015 serta 21 dan 28 Oktober 2015. Tapi tak dinyatakan Teroris, hanya sekedar Pemerasan dan Kriminal murni.

Bahkan yang jelas terang benderang melakukan Teror hingga saat ini yang bahkan sudah belasan hingga puluhan tahun adalah keberadaan OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang bahkan sudah membunuh sekian puluh atau entah ratusan TNI-Polri yang berpatroli di sana dengan senjata api yang merupakan kiriman dari Amerika Serikat sebagai bagian dari konspirasi untuk memisahkan Papua dari Indonesia agar tambang emas Papua dapat dimakan habis sepuasnya tak tersisa oleh Amerika Serikat. Tetapi semua ini tetaplah tidak sampai mendapat Gelar Teroris, tetapi hanya sampai mencapai derajat Gelar Separatisme. Karena lagi-lagi ternyata OPM adalah Kristen.

Jadi sungguh Gelar Teroris itu bagaikan Gelar Profesor Doktor Phd (S3++), bahkan Guru Besar kayanya, yang merupakan gelar tertinggi yang hanya dapat disematkan kepada Islam semata.

Sedangkan yang lain pelaku di luar Islam? Hanya dapat mencapai derajat Magister (S2), sehingga paling derajat tertingginya hanya disebut sebagai Separatisme. Untuk gelar Sarjana (S1) bisa disetarakan dengan gelar Kriminal atau Gila. Untuk gelar Madya (D3) bisa disetarakan dengan gelar Tradisi, Lucu-lucuan, Tren, atau Candaan.

Dan yang lebih parah adalah Gelar Teroris (Prof.Dr.Phd) itu dengan mudahnya disematkan oleh Densus 88 kepada siapa saja seorang Muslim yang berprofesi sebagai marbot masjid, guru ngaji, tukang bakso, akhwat bercadar, ikhwan jenggot celana cingkrang kening hitam, santri mondok, bahkan yang tidak tahu profesinya, hanya sekedar baru pulang dari shalat Terawih pun langsung ditembak dibunuh mati dan langsung disematkan "Terduga Teroris".

Poin Ketiga:
Ujaran Kebencian

Sejak munculnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang diberlakukan mulai 28 November 2016 bahwa kebijakan ini adalah senjata yang digunakan rezim untuk meringkus pihak oposisi yang tentunya orang Islam, agar tidak berani bertindak kritis dan analitis terhadap segala kebijakan dan kedzaliman rezim yang ada saat ini. Agar takut dan masuk dalam penggiringan maksud rezim tentang berbagai info yang menyangkut aroma konspirasi bahwa kita harus berpikir jika semua itu Hoax, atau Ujaran Kebencian.

Dan hasilnya lihatlah Ust.Alfian Tanjung, Ust.Jonru Ginting, Ust.Zulkifli M, dan yang terbaru adalah ibu Rini Sulistiawati langsung diciduk dikenakan pasal yang ada di dalam UU ITE dengan cepat dan tanpa lama-lama.

Tetapi disisi lain pihak yang berasal dari Cukong dan kroninya seperti Abu Janda, Afi Nihayah, Rizky Firdaus (Uus), bahkan putra presiden, Kaesang Pangarep dan yang terbaru adalah seorang pemuda di akun twitternya bernama @jojo_ismyname yang jelas bahkan melalukan ujaran kebencian terhadap presiden dengan mengatakan akan menembak mati, mempasung serta menantang untuk ditangkap dalam waktu 24 jam.

Tetapi apa perlakuan polisi terhadap mereka? Seperti biasa, begitu berbeda dan intinya memaklumi karena sudah meminta maaf atau bahkan disebut itu hanya lucu-lucuan candaan anak remaja saja. Lalu proses hukum? Sudah kalah secara otomatis oleh Politik.

Jadi inti dari 3 poin yang sudah dibahas tadi, yaitu Penistaan Agama, Terorisme dan Ujaran Kebencian adalah semua itu merupakan senjata yang hanya disematkan kepada Umat Islam, terkecuali Umat Islam Penjilat dan Kroni Cukong (Amerika-China) akan Celamat Centosa Bahagia Celalu.

Dan tentunya didukung pula oleh kekuatan kebijakan yang dijadikan alat politik untuk menginjak Islam, Umat Islam, Ormas Islam yang Lurus (bukan yang Pragmatis Penjilat), dan para Ulama Lurus (bukan yang Pragmatis Penjilat).

Jadi semua itu adalah Konspirasi Internasional dan Nasional yang keduanya mengarah hanya dan hanya kepada Islam semata dengan ditindas oleh berbagai kebijakan dan aparat negara. Dan saat ini pelaku utama yang sedang bermain di Indonesia hanyalah 2 Tuan saja, yaitu Amerika dengan Terorisnya, dan China dengan UU ITE dsbnya untuk memberangus oposisi.

Amerika dan China satu sama lain saling sikut adu kekuatan untuk saling menyingkirkan, pun di saat yang bersamaan mereka berdua pun terus menyerang Islam dengan segala kebijakan dan slogan serta fitnahnya.

Dan jangan ditanya lagi, lalu apakah solusi dari semua ini agar Umat Islam tidak diperlakukan separah ini. Hanya 3 kata, solusinya adalah Syariah - dan - Khilafah. Itu saja.

Wallahu alam bishowab.

#Tagar Berita

Artikel Terkait

Artikel Lainnya

Copyright © 2025 LampuHijau.com - All rights reserved
Copyright © 2025 LampuHijau.com
All rights reserved