Lampuhijau.com - Perhitungan siapa calon presiden dan calon wakil presiden yang akan bertarung di Pilpres 2019 mendatang masih belum memastikan nama-nama siapa yang akan muncul. Dari kubu Jokowi, sudah jelas calon presiden yang akan diusung yaitu Joko Widodo sementara calon wakil presidennya masih belum menemukan sosok yang pas walaupun Jokowi sendiri menyatakan sudah mengantongi nama-nama cawapres yang akan mendampinginya.
Dari luar partai non pendukung pemerintah, nama Prabowo Subianto sebagai ketua Umum Partai Gerindra masih menjadi nama yang dipandang mampu mengimbangi sosok Jokowi di Pilpres 2019. Naamun dari kubu Gerindra sendiri, masih belum menentukan siapa calon Presidennya sendiri, apakah tetap Prabowo ataukah Prabowo hanya sebagai "King Maker" saja.
Sementara itu dari Partai lain seperti PKS, PAN dan Demokrat masih belum menentukan sikap arah koalisi yang jelas untuk Pilpres 2019 mendatang. Partai-partai besar ini masih melakukan lobi-lobi untuk melakukan koalisi partai yang sekiranya mampu memunculkan nama calon presiden yang bisa mengimbangi dua nama sebelumnya yaitu Jokowi dan Prabowo.
Kubu PKS yang selama ini cukup solid berkoalisi dengan Gerindra, sudah memberikan pernyataan bahwa minimal cawapres harus dari PKS jika Prabowo tetap maju sebagai Capres. Namun informasi terakhir, PKS mendorong Gubernur Jakarta, Anies Baswedan sebagai calon presiden yang akan dipasangkan dengan mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan.
Kubu Demokrat yang pada pemilu 2014 yang lalu memilih "diam" dalam pertarungan presiden, lebih mempromosikan Agus Harimurti Yudhoyono untuk posisi cawapres, namun belum menentukan sikap siapa calon presiden yang akan mereka usung.
Menilik dari hasil Pilkada serentak kemarin, PDI Perjuangan atau Jokowi sendiri harus benar-benar tepat memilih siapa cawapres pendampingnya. Beberapa kekalahan PDI Perjuangan di Pilgub di beberapa daerah seperti Sumatera Utara, Jawa Barat dan Jawa Timur dikarenakan sosok yang kurang tepat yang dijagokan PDI Perjuangan.
Di Sumatera Utara, Djarot Syaiful Hidayat yang dipasangkan dengan Sihar Sitorus kalah dari lawannya, Edy Rahmayadi- Musa Rajeksah. Kekalahan Djarot di Pilgub Sumut, lebih karena nama Djarot yang kurang populer di wilayah Sumatera Utara dan PDI Perjuangan seolah memaksakan diri untuk menempatkan Djarot di Pilgub Sumut 2018.
Di Jawa Barat, nama TB Hasanudin yang dipasangkan dengan Anton Charliyan yang jadi jago PDI Perjuangan, kalah telak dan menempati posisi buncit. Nama Sudrajat yang dijagokan lawan Politik PDI Perjuangan malah melesat naik dan bersaing dengan Ridwan Kamil sebagai pemenang Pilgub Jabar 2018 mengalahkan nama besar Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi.
Pilgub Jawa Timur 2018, PDI Perjuangan yang menjagokan Saifullah Yusuf dan Puti Guntur Soekarno terjungkal oleh lawannya, Khofifah Indar Parawangsa - Emil Dardak. Kekalahan PDI Perjuangan ini juga banyak pengamat yang menilai karena PDI Perjuangan salah memasangkan jagonya. Abdullah Azwar Anas sebagai Bupati Banyuwangi yang mundur dari pencalonan mendampingi Gus Ipul, akhirnya digantikan Puti Guntur karena nama Risma, walikota Surabaya yang ingin dijagokan PDI Perjuangan menolak ikut dalam Pilgub Jatim. Risma memilih untuk fokus membangun Surabaya.
Nama Puti Guntur dirasakan masih belum mampu melawan nama Emil Dardak yang diharapkan mampu mendongkrak suara dari pemilih muda atau kalangan muda. Masyarakat Jawa Timur mungkin masih belum familiar dengan nama Puti dan belum mengenal siapa dan bagaimana sepak terjang Puti Guntur ini di kancah politik.
Melihat dari kekalahan PDI Perjuangan di Pilkada serentak kemarin, sudah sepantasnya Kubu PDI Perjuangan atau Jokowi tidak harus merasa percaya diri untuk kembali memenangkan pertarungan kursi presiden karena salah langkah memilih calon wakil presiden atau pendamping Jokowi, bisa terjungkal dan harus turun tahta jadi penguasa negeri ini.