SBY

SBY Minta Revisi Undang-Undang Tentang Ormas

Admin
31 Okt 2017
Dibaca : 1350x
Harusnya SBY Menolak bukan minta Revisi UU Ormas, Khan di Era SBY sudah ada UU Ormas

LampuHijau.com – Sikap Ketua Umum DPP Partai Demokrat Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY)  yang menuntut revisi Undang-undang No 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) pasca pengesahan menjadi undang-undang, patut dipertanyakan. Pasalnya, sebelumnya sudah ada UU Ormas No 17/2013 yang lahir di era SBY Presiden. Dengan demikian, harusnya SBY menolak Perppu ormas menjadi UU, bukan justru minta revisi.

"Harusnya dari awal yang keras itu Partai Demokrat, karena di eranya SBY, sudah ada UU Ormas 17/2013. Untuk apa lagi ada Undang-undang soal ormas? Saya sebut SBY kecolongan,” kata Fachrie Hamzah kepada  wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Senin (30/10).

Fahri juga mengatakan, memasuki tahun politik, ormas nasibnya akan semakin terancam. Pasalnya, diprediksi pemerintah akan masif melakukan pembubaran. "Saya menduga ada banyak pembubaran ormas pada 2018 atau pada tahun politik. Pembubaran ormas-ormas tersebut terkait dengan politik," ujarnya.

Bahkan, sambung Fahri, kemungkinan besar sebelum 2018 nanti. Tujuannya, supaya tahun politik lebih tenang. 

"Ini ada dugaan ya, tahun depan itu ada banyak pembubaran ormas karena itu akan menyangkut suhu politik dan bisa jadi yang kena bubar itu adalah ormas-ormas yang punya politik dengan kelompok lain," terangnya.

Karena itu, Fahri mendukung revisi UU Ormas seperti yang diusulkan Demokrat. Lantaran, apabila tidak dilakukan revisi pemerintah dapat otoriter membubarkan ormas yang dinilai anti Pancasila. "Ini kayak palu Thor, bisa mukul sembarang orang ni. Maka kembalikan palunya itu jangan seperti palu Thor, tapi jadi palu martil biasa untuk bikin pagar. Kalau nggak, palu Thor-nya akan makan korban. Tahun depan membayangkan itu akan banyak pembubaran ormas," papar Fahri. 

Sementara Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Gerindra, Fadli Zon mengatakan, partainya akan mendukung usulan revisi UU Ormas. Hal itu sebagai langkah konsisten dengan sikap Gerindra yang menolak Perppu Ormas.

"Kami (Gerindra) termasuk yang menolak Perppu dan tentu saja undang-undang yang ada sekarang. Saya kira kalau ada usulan revisi dengan kembali pada semangat hak warga negara untuk berserikat dan berkumpul itu tidak diberangus, tentu kita akan ikut mendorong," kata Fadli kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Senin (30/10).

Fadli menyatakan, usulan revisi ini bisa berasal dari fraksi-fraksi, komisi, anggota DPR, bahkan pemerintah. Meski baru sebatas pembicaraan, sudah ada beberapa fraksi yang ingin melakukan revisi dan suara-suara itu cukup santer. Adapun Gerindra, belum memutuskan apakah akan mengajukan inisiatif usulan revisi.

Setelah perppu ini disahkan menjadi undang-undang, Fadli melanjutkan, masih terbuka kemungkinan untuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Di Mahkamah Konstitusi, undang-undang ini bisa diuji bertentangan atau tidak dengan konstitusi.

Ia berharap, MK bisa bertindak adil, imparsial, tidak mendapatkan intervensi dari pihak manapun, serta dapat memutuskan perkara itu berdasarkan kapasitasnya sebagai hakim konstitusi. "Saya kira sekarang bolanya ada di Mahkamah Konstitusi," kata Fadli.

Sementara, Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi PAN, Taufik Kurniawan mengatakan, usulan revisi Perppu Ormas masih menunggu proses untuk dimasukkan dalam prolegnas 2018. Taufik yakin, pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM, juga akan mengajukan perubahan prolegnas ke Badan Legislatif untuk memprioritaskan revisi UU Ormas dari hasil ketetapan Perppu No 2 tahun 2017.

Terpisah, Ketua Umum Partai Demokrat, SBY tidak menghiraukan kritikan yang dilayangkan Fahri. Dia malah mengusulkan kepada pemerintah untuk merevisi tiga pasal dalam UU Ormas. Baginya, pemerintah harus menerapkan azas keadilan kepada semua pihak dan tak mengganggap ormas sebagai ancaman.

"Ormas tidak tepat kalau diposisikan sebagai ancaman semata kepada keamanan negara dan keselamatan masyarakat. Jangan kita memposisikan (Ormas sebagai) kelompok dan organisasi teroris atau mereka yang melanggar hukum. Tidak begitu cara pandang negara terhadap Ormas,” cetus SBY, di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (30/10).

Karena itu, sambung Presiden RI ke-6 itu, pihaknya mengusulkan tiga pokok perubahan UU Ormas agar lebih berkeadilan. Usulan perubahan pertama, adalah pasal mengenai sanksi terhadap ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan pihak yang berhak menafsirkan ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila. Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 59.

“Setelah baca pasal itu, Partai Demokrat ingatkan tidak boleh dalam menetapkan ormas yang bertentangan dengan Pancasila secara sepihak. Apalagi kalau sifatnya politis dan bukan merujuk hukum,” kata SBY. 

Usulan perubahan kedua, lanjutnya, adalah Pasal 82A mengenai ancaman hukum pidana dan subjek hukum bagi anggota ormas yang melanggar aturan. Dalam pasal itu disebutkan, setiap orang yang menjadi anggota dan atau pengurus ormas bisa diberikan hukuman paling singkat enam bulan dan paling lama seumur hidup.

“Partai Demokrat berpendapat, sanksi tidak boleh melampaui batas karena tidak adil dan juga harus adil siapa yang dijatuhkan alias siapa yang bersalah. Jangan sampai ada kesalahan UU, karena kesalahan pengurus, ormas dibubarkan dan semua anggota (sebanyak, red) dua juta-tiga juta (orang, red) dihukum. Bayangkan kalau hukuman seumur hidup, ini tentu sangat tidak adil,” urainya.

Usulan perubahan ketiga, masih menurut SBY, adalah pasal 62 tentang proses pembubaran bagi ormas yang melanggar aturan yang dilakukan tanpa proses pengadilan. Aturan ini menyebutkan bahwa ormas yang melanggar hanya diberikan sekali peringatan dalam jangka waktu tujuh hari sebelum dijatuhkannya sanksi penghentian kegiatan.

Partai Demokrat, lanjut SBY, tidak keberatan dengan pemangkasan prosedur pembubaran ormas selama ada alasan dan bukti kuat. “Tapi kalau dibubarkan selamanya, tetap butuh proses hukum yang akuntabel. Kalau proses hukum terlalu lama, dalam UU bisa disederhakan. Tapi tidak boleh menghilangkan akuntabilitas hukum,” jelas dia.

Hingga saat ini, finalisasi usulan revisi UU Ormas versi Partai demokrat sudah mencapai 90 persen. “Insya Allah satu dua jam akan kita finalkan, tuntaskan. Insya Allah hari ini atau paling lambat besok pagi, usulan resmi akan kami sampaikan pada pemerintah dan DPR,” kata SBY.

Menurutnya, paradigma UU Ormas seharusnya memposisikan ormas sebagai komponen bangsa, sebagai mitra negara atau pemerintah, bukan sebagai ancaman. Hal itu didasarkan atas Pembukaan UUD 45, UUD 45, Pancasila.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo memastikan pemerintah tak akan membubarkan ormas lagi pada tahun politik 2018-2019. Namun, pengecualian berlaku bagi ormas yang ingin makar atau menyimpang dari ideologi lain.

"Enggak ada, saya jamin enggak ada. Kecuali ada ormas yang makar, mau menyimpang dengan ideologi lain, sampai hari ini tidak ada," kata Tjahjo.

Ia justru mempertanyakan bukti pemerintah diprediksi akan banyak membubarkan ormas. Sebab tahun politik merupakan konsolidasi demokrasi untuk memilih anggota legislatif, presiden, dan kepala daerah.

"Enggak ada hubungannya dengan ormas, yang punya kerja pilpres, pilkada adalah partai politik, ormas enggak punya kewenangan, ngga ada hubungannya dengan ormas, kalau ada orang yang katakan itu, baca dulu UUnya," lanjut Tjahjo. 

Artikel Terkait

Artikel Lainnya

Copyright © 2025 LampuHijau.com - All rights reserved
Copyright © 2025 LampuHijau.com
All rights reserved