Mudik sudah menjadi hal yang lumrah dilakukan oleh masyarakat Indonesia saat menjelang Lebaran. Uniknya, mudik ini merupakan sebutan untuk seseorang yang pulang ke akmpung halaman untuk bertemu dengan sanak keluarga tercinta.
Akan tetapi, rupanya mudik tak hanya dilakukan oleh orang Indonesia saja melainkan juga bangsa Asia lainnya seperti Malaysia dan Bangladesh.
Sebagai pemudik, apakah Anda tahu mengenai asal-usul hingga alasan kenapa mudik tetap berlangsung hingga sekarang?
Mudik, memang sudah menjadi tradisi sejak zaman erajaan Majapahit. Menurut beberapa pendapat mudik, tradisi ini berasal dari para petani Jawa. Dikisahkan pada zaman kerajaan saat itu, kental sekali dengan budaya mengunjungi makam leluhur yang berada di kampung halaman. Dahulu saat lebaran, mereka juga meminta rezeki dan kesalamatan dari para leluhurnya.
Kata Mudik sendiri, berasal dari bahasa Jawa, yakni mu: mulih; dan dik: dilik, yang berarti pulang sebentar. Ada pula yang menganggap berasal dari bahasa Betawi, yakni menuju udik berarti menuju kampung.
Pada tahun 1970-an, istilah mudik baru berkembang di masyarakat. Saat itu pengertian mudik mulai dikenal luas, yaitu orang-orang merantau dari kota asalnya ke kota lain dan akan kembali ke kampung halaman pada saat Lebaran atau hari raya untuk silaturahmi kepada keluarga.
Biasanya, orang yang mudik cenderung membawa oleh-oleh untuk keluarga maupun keluarga di kampus. Dan yang paling khas adalah tunjangan hari raya (THR).
Jangan heran jika banyak orang berbondong-bondong mudik ke kampung halaman, entah itu menggunakan transportasi pesawat terbang, kereta api, kapal laut, bus, kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor, hingga truk. Bagi yang menggunakan jalur darat, siap-siap saja bagi Anda yang bertemu dengan kemacetan.
Sehungan dengan hal itu, Anda perlu menjaga kesehatan dan istirahat yang cukup menjelang mudik. Agar perjalanan Anda menuju kampung halaman lancar tanpa halangan, dan dipertemukan dengan keluarga tercinta.