Lampuhijau.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) sampai sekarang belum menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan pembobolan kredit yang diajukan oleh PT Tirta Amarta Bottling Company (BOT) kepada PT Bank Mandiri Tbk tahun 2015 sebesar Rp 1,4 triliun.
Jaksa Agung HM Prasetyo saat dikonfirmasi wartawan membenarkan pihaknya belum menetapkan tersangka baru terkait kasus tersebut. Dia juga mengaku pihaknya sudah memeriksa banyak saksi. ”Banyak saksi yang dipanggil untuk diminta keterangan tinggal kita nanti tentukan siapa tersangkanya, tentunya kita perlu bukti dulu,” kata Prasetyo kemarin.
Menurut Prasetyo, lamanya penetapan tersangka baru ini dikarekan kehati-hatian penyidik untuk menghindari celah tersangka menggugat praperadilan nantinya. ”Sekarang kalian tahu persis, saat menetapkan tersangka, serta merta (tersangka, red) mengajukan praperadilan,” ujarnya.
Namun, untuk menghindari gugatan ini pihaknya mempunyai beragam cara. Salah satunya dengan menghimpun alat bukti sebanyak-banyaknya. ”Saya anjurkan kepada para jaksa dan penyidik, kalaupun sudah berhasil menemukan empat alat bukti, jangan dikeluarkan dulu semuanya. Kita sampaikan dua alat bukti dulu, baru nanti setelah menghadapi tuntutan praperadilan siapa tahu dikabulkan, kita masih ada bukti lain yang kemudian diajukan,” jelas dia.
Seperti diketahui, korps yang dipimpinnya itu saat ini baru menetapkan seorang tersangka berinisial R selaku Dirut PT TAB. Namun, dari pihak lainnya sampai saat ini masih dilakukan pengembangan. Kasus ini sendiri bermula saat Direktur PT TAB mengajukan perpanjangan dan tambahan fasilitas kredit Bank Mandiri Commercial Banking Center Cabang Bandung.
Dalam dokumen pendukung pemohonan perpanjangan dan tambahan fasilitas kredit terdapat data aset PT TAB yang tidak benar dengan cara dibesarkan dari aset yang senyatanya. Seolah-olah kondisi keuangan debitur (TAB) menunjukan perkembangan sehingga akhirnya bisa memperoleh perpanjangan dan tambahan fasilitas kredit tahun 2015 sebesar Rp 1.170.000.000.000.
TAB bahkan juga telah menggunakan uang fasilitas kredit antara lain sebesar Rp 73 miliar yang semestinya hanya diperkenankan untuk kepentingan Kredit Investasi (KI) dan Kredit Modal Kerja (KMK), tetapi dipergunakan untuk keperluan yang dilarang dalam perjanjian kredit. Akibat penyimpangan tersebut negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp 1.478.077.609.322.
Belum ada komentar, jadilah yang pertama mengomentari artikel ini
Dapatkan strategi SEO terbaik untuk meningkatkan trafik organik serta solusi periklanan yang tepat sasaran.