Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mengembangkan kasus korupsi yang ditujukan kepada Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latief. KPK menggeledah empat tempat di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Empat lokasi yang digeledah antara lain, kantor pribadi Bupati Abdul Latief, kantor Bupati Kabupaten Hulu Sungai Tengah, rumah dinas Bupati Abdul Latief dan RSUD Damanhuri. Lokasi tersebut diduga terkait suap proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Damanhuri.
"Sejak siang tadi tim langsung bergerak lakukan penggeledahan di empat lokasi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah di kantor pribadi bupati, kantor bupati, rumdin bupati, dan RSUD Damanhuri," tutur Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Hasil dari penggeladahan, tim menyita sejumlah dokumen yang berkaitan dengan suap.
"Sejauh ini telah disita dokumen-dokumen proyek dan pencairan dana serta dokumen perusahaan," imbuhnya.
Tak hanya dokumen, tim KPK juga masih menelaah sejumlah mobil mewah yang ada di garasi rumah milik Bupati Abdul Latief. Kemungkinan mobil tersebut akan disita untuk ditindaklanjuti lebih jauh.
"Sedangkan sejumlah mobil mewah yang ditemukan di garasi rumah bupati, tim sedang mencermati di lapangan," jelas Febri.
Delapan mobil mewah milik Abdul Latif antara lain BMW, Lexus, Cadillac, Jeep Rubicon, Hummer, dan Toyota Velfire saat ini telah di pasangi 'KPK Line'.
KPK telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus ini. Mereka yang diduga penerima suap di antaranya Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latief, Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Hulu Sungai Tengah Fauzan Rifani, dan Direktur Utama PT Sugriwa Agung Abdul Basit. Sedangkan pemberi suap adalah Direktur Utama PT Menara Agung Donny Winoto.
Atas perbuatannya, Abdul Latief, Fauzan Rifani, dan Abdul Basit selaku penerima suap, mereka dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara Donny Winoto selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.