Hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an. Melalui hadis, umat Islam mengetahui penjelasan rinci dari Rasulullah ﷺ mengenai ayat-ayat Al-Qur’an, tata cara ibadah, akhlak, dan berbagai hukum kehidupan. Namun, tidak semua hadis memiliki tingkat keaslian yang sama. Dalam ilmu hadis, dikenal istilah hadis shahih (autentik) dan dha’if (lemah).
Memahami perbedaan keduanya penting agar seorang Muslim dapat berhati-hati dalam mengamalkan hadis dan memastikan ajaran yang diikuti benar-benar berasal dari Rasulullah ﷺ.
1. Pengertian Hadis Shahih
Hadis shahih adalah hadis yang memenuhi syarat-syarat keaslian sebagaimana dirumuskan oleh para ulama hadis. Menurut Imam Ibn Hajar al-‘Asqalani, hadis shahih adalah hadis yang:
Sanadnya bersambung (rangkaian perawi tidak terputus).
Diriwayatkan oleh perawi yang adil (memiliki integritas dan keimanan yang kuat).
Diriwayatkan oleh perawi yang dhabith (kuat hafalan atau teliti dalam meriwayatkan).
Tidak syadz (tidak bertentangan dengan riwayat lain yang lebih kuat).
Tidak ada illat (cacat tersembunyi).
Hadis shahih inilah yang bisa dijadikan hujjah (landasan hukum) dalam Islam, baik dalam akidah, ibadah, maupun muamalah.
2. Pengertian Hadis Dha’if
Hadis dha’if adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis shahih maupun hasan. Artinya, terdapat kelemahan pada sanad, perawi, atau isi riwayatnya. Kelemahan tersebut bisa berupa:
Sanad yang terputus (tidak diketahui perawinya).
Adanya perawi yang tidak adil atau lemah hafalannya.
Riwayatnya bertentangan dengan hadis shahih.
Mengandung cacat yang membuatnya diragukan.
Karena itu, hadis dha’if tidak dapat dijadikan dasar hukum dalam hal akidah dan ibadah. Namun, sebagian ulama memperbolehkan penggunaannya dalam keutamaan amal (fadhailul a’mal) dengan syarat tidak terlalu lemah dan tidak bertentangan dengan hadis shahih.
3. Contoh Hadis Shahih dan Dha’if
Hadis Shahih: “Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini shahih dan menjadi landasan penting dalam syariat.
Hadis Dha’if: Riwayat tentang “Carilah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina” sering dikutip, tetapi para ulama menilainya dha’if karena sanadnya lemah.
4. Pentingnya Membedakan Keduanya
Membedakan antara hadis shahih dan dha’if sangat penting karena:
Menjaga kemurnian ajaran Islam dari hadis-hadis palsu atau lemah.
Menghindari kesalahan praktik ibadah yang tidak berdasar.
Membiasakan umat Islam kritis dan ilmiah dalam memahami dalil agama.
Menghormati warisan keilmuan ulama hadis yang telah berjuang menyeleksi riwayat dengan teliti.
Hadis shahih dan dha’if adalah dua kategori penting dalam ilmu hadis. Hadis shahih memiliki syarat ketat dalam sanad, perawi, dan isi sehingga dapat dijadikan dasar hukum. Sementara itu, hadis dha’if memiliki kelemahan yang membuatnya tidak layak dijadikan landasan syariat, meskipun sebagian ulama membolehkannya untuk motivasi amal.
Belum ada komentar, jadilah yang pertama mengomentari artikel ini
Dapatkan strategi SEO terbaik untuk meningkatkan trafik organik serta solusi periklanan yang tepat sasaran.