Akhir-akhir ini, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) bergerak melemah di perdagangan. Pagi ini, nilai rupiah dibuka menunjukkan angka Rp 13.741 per USD. Sementara kemarin, berada pada Rp 13.762 per USD.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso mengungkapkan bahwa pelemahan Rupiah ini hanya sementara saja yang disebabkan oleh dampak kabar atau isu The Fed atau bank sentral AS yang akan menaikkan suku bunga.
Seperti yang terjadi pada Mei 2013 dulu The Fed menaikkan suku bunga. Pelemahan ini dinilai reaksi kecil dari investor yang nantinya akan mereda dengan sendirinya.
Pernyataan Wimboh diperkuat oleh Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), Arif Budimanta mengatakan, melemahnya Rupiah didorong oleh rencana The Fed (Bank Sentral Amerika Serikat) untuk menaikkan suku bunganya. Hal itu minimal akan terjadi 3 kali bahkan 4 di tahun ini.
Melemahnya rupiah ini diiringi dengan posisi posisi neraca perdagangan Indonesia dari Januari sampai Februari yang relatif turun, lantaran harga minyak yang meroket. Sehingga menyebabkan posisi current account yang kembali ke defisit.
Terkait rupiah yang terus melemah ini, Bank Indonesia merasakan dampaknya.
Hal inilah yang kemudian menjadi PR pemerintah untuk memperbaiki perekonomian Indonesia. Di antara meningkatkan ekspor non migas dan devisa pariwisata. Dengan begitu, neraca perdagangan akan surplus, sehingga devisa bisa meningkat, dan rupiah bisa terkendali.