Sudah jadi Tersangka Korupsi, ASN ini malah Karirnya Semakin Cemerlang

Sudah jadi Tersangka Korupsi, ASN ini malah Karirnya Semakin Cemerlang

Admin
7 Nov 2017
Dibaca : 1788x
Jadi Inspektur Inspektorat yang Menjadi Benteng Pencegahan Korupsi

LampuHijau – Saidina Aliansyah seolah menjadi orang sakti di Kalimantan Tengah. Musababnya, jerat hukum yang membelenggunya, tak mampu membendung kariernya sebagai aparatur sipil negara (ASN). Padahal, kasus yang menjeratnya masuk kategori kejahatan luar biasa, korupsi.

Alih-alih meredup, karier Saidina terus menanjak sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 2014 lalu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pakaian dan alat musik di Disbudpar Kalteng dengan anggaran Rp 1,250 miliar pada 2012. Kerugian negara dalam kasus tersebut sekitar Rp 600 juta lebih.

Dua tahun lebih menyandang status sebagai tersangka, Saidina yang pada masa kepemimpinan Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang sejak Januari 2014 menjabat staf ahli, pada 2016 dipercaya Sugianto Sabran—yang menggantikan kepemimpinan Teras Narang—untuk menjabat Kepala BKD Kalteng. 

Pada Maret 2017, lagi-lagi dia diberi kepercayaan lebih besar. Gubernur Kalteng Sugianto Sabran yang melakukan rotasi terhadap sejumlah jabatan di pemerintahannya, melantik Saidina sebagai Inspektur Inspektorat Kalteng. 

Jabatan tersebut sangat strategis. Inspektorat berfungsi sebagai pengawas kegiatan pemerintahan yang didanai APBD. Inspektorat juga berwenang melakukan audit terhadap lembaga internal pemerintah daerah. Instansi tersebut merupakan benteng pencegahan korupsi di jajaran birokrasi.

Status Saidina yang saat itu sebagai tersangka dugaan korupsi, dinilai bertolak belakang dengan jabatan yang diembannya. Sejumlah pihak protes dan mempertanyakan kebijakan Sugianto.

Menjawab pertanyaan publik, Sugianto menegaskan, dia tetap melantik Saidina karena belum ada keputusan berkekuatan hukum tetap. Dia juga mengaku telah meminta keterangan Saidina terkait kasus yang membelitnya. 

Dari keterangan Saidina, menurut Sugianto, dia terjerat kasus itu karena menjalankan kebijakan Kepala Disbudpar sebelumnya. Karena itulah Sugianto berani melantiknya di tengah protes publik.

Kamis (2/11) lalu, Pengadilan Tipikor Palangka Raya akhirnya menjatuhkan vonis pada Saidina. Majelis hakim menilai Saidina terbukti bersalah melakukan atau turut serta melakukan korupsi, sebagaimana isi dakwaan subsider. Dalam dakwaan primer, jaksa justru meminta terdakwa dibebaskan karena tidak terbukti.

Dia divonis bersama terdakwa lain, yakni Junjung dan Elies Diang Dara juga divonis satu tahun dengan denda Rp 50 juta atau subsidair satu bulan penjara. Sedangkan Rotena Y Hawung divonis sedikit berat, yakni dua tahun delapan bulan dan denda Rp 50 juta atau subsidair satu bulan penjara.

Meski vonis sudah dijatuhkan, semua terdakwa tidak langsung ditahan. Pasalnya, mereka masih punya kesempatan mengajukan banding atas putusan hakim tersebut. Namun demikian, semua terdakwa setelah berkonlustasi dengan kuasa hukumnya, menyatakan masih pikir-pikir untuk mengajukan banding.

”Kita terima putusannya, tapi masih pikir-pikir (banding). Karena kita tetap pada pernyataan tidak melakukan tindakan tersebut (korupsi) dan ini memang karena merupakan tanggung jawab sebagai pimpinan,” kata Saidina.

Meski sudah divonis bersalah, Pemprov Kalteng justru belum bersikap. Plt Sekda Kalteng Mugeni mengaku masih menunggu laporan dari badan kepegawaian. ”Kami pelajari dulu supaya tidak salah-salah nanti ambil kebijakan,” kata Mugeni.

Setelah menerima laporan, pemprov akan melakukan pembahasan. Mugeni juga belum bersedia berkomentar terkait kemungkinan Saidina dicopot. ”Kita tentunya hati-hati, jangan sampai salah karena ini menyangkut karier seseorang pejabat. Jadi, untuk sekarang masih belum ada langkah dari pemerintah. Intinya, kita masih menunggu laporan untuk tidak lanjutnya,” ucapnya.

Jabatan empuk yang masih diemban Saidina berbeda dengan sejumlah mantan pejabat yang pernah terjerat korupsi. Sejumlah mantan petinggi negeri, di antaranya mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Malarangeng, saat terjerat kasus korupsi proyek Hambalang, langsung mengundurkan diri begitu ditetapkan tersangka.

 

Mengusik Keadilan

Vonis terhadap Saidina dan posisinya yang masih aman dengan menghirup udara bebas dinilai mengusik rasa keadilan. Publik menilai hukum tajam ketika menyangkut masyarakat biasa dan tumpul ke atas apabila berkaitan dengan pejabat pemerintahan yang memiliki posisi strategis.

”Kalau warga biasa sejak jadi tersangka sudah ditahan, dijebloskan ke penjara. Ini, sudah ada vonis masih melenggang bebas. Apalagi dia masih menjabat di posisi strategis,” kata Wira, salah seorang mahasiswa di Palangka Raya.

Menanggapi itu, pengamat hukum di Palangka Raya Donny Laseduw mengatakan, karena saat vonis tidak ada putusan yang langsung menahan Saidina, wajar apabila dia masih bebas dan menjalankan aktivitasnya. Waktu 14 hari terhitung sejak vonis yang diberikan pengadilan untuk mengajukan banding, juga sekaligus untuk menentukan putusan tersebut inkrah atau tidak. 

”Itu semua tergantung putusan hakim, apakah setelah vonis langsung ditahan atau tidak. Terkait kasus Saidina ini, tidak diperintah untuk ditahan karena masih diberi kesempatan atas haknya mengajukan banding,” ucap Donny.

Artinya, lanjutnya, yang menentukan apakah terdakwa langsung ditahan atau tidak tergantung perintah pengadilan, yakni hakim melalui putusannya. Namun, apabila dalam waktu 14 hari yang diberikan hakim, ternyata putusan inkracht, maka secara hukum yang bersangkutan wajib ditahan.

”Nah, kalau dalam 14 hari itu sudah ikracht, maka eksekusi harus dijalankan, dan ini tidak ada kata lain selain penahanan. Tapi, tentu saja dilihat nanti, apalagi ini Saidina diberi kersempatan untuk mengajukan banding,” katanya.

Donny juga memastikan tidak ada perlakuan khusus dalam semua proses hukum yang dijalankan Saidina. Menurutnya, proses yang selama ini terkesan membuat Inspektur Kalteng itu diberi kelonggaran, karena ada penilaian dari penegak hukum bahwa kasus tersebut tidak mendesak untuk ditahan.

”Tidak ada orang yang kebal hukum, apalagi prosesnya sudah jalan dan vonis sudah ada. Untuk kasus ini memang karena ada tahapannya. Jadi, saya yakin kalau sudah ikracht, maka Saidina pasti akan ditahan,” ucapnya.

Mochammad Iman, pengamat hukum di Sampit mengatakan, penanganan kasus tindak pidana korupsi lebih berat dibanding kasus lainnya. Karena itu perlu penanganan khusus dan tidak bisa sembarangan menahan orang meskipun statusnya berubah. Hal itulah yang menyebabkan Saidina tak ditahan meski ditetapkan tersangka pada 2014 silam.

”Penanganan kasus tipikor biasanya lama. Apalagi kalau kasus itu melibatkan orang banyak atau ada instansi lain yang terkait," ujarnya.

Sementara itu, mantan intel Kejari Kotim HM Karyadie mengatakan, semua orang yang berpidana sama di mata hukum. Tidak ada yang salah seorang tersangka masih mendapat jabatan (menjabat), apalagi dia tidak ditahan, sehingga masih dapat menjalankan tugasnya.

Terkait tidak ditahannya Saidina setelah divonis, menurut Karyadie hal itu sudah benar, karena terdakwa masih diberikan kesempatan untuk melakukan banding. ”Tapi, kalau JPU dan terdakwa terima atas putusan hakim, serta tidak melakukan upaya hukum, maka vonis tersebut inkracht. JPU dapat melaksanakan putusan hakim tersebut," tandasnya. 

Artikel Terkait

Artikel Lainnya

Copyright © 2025 LampuHijau.com - All rights reserved
Copyright © 2025 LampuHijau.com
All rights reserved