Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan cepat langsung menanggapi permohonan Polri Surabaya untuk merevisi UU Terorisme sejak terjadinya rangkaian teror bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya dan Sidoarjo pada Minggu (13/5) kemarin. Jokowi mendesak DPR untuk segera menyelesaian revisi UU nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Jokowi menegaskan, jika DPR dan kementerian terkait tak dapat menyelesaikan RUU antiterorisme hingga akhir masa sidang, ia akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terorisme pada bulan Juni.
Apalagi saat ini terjadi lagi rangkaian teror bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya, Senin (14/5/2018) pagi tadi. Tak ada yang menyangka, dengan pelaku yang ingin menghancurkan keamanan dan kedamaian bangsa.
Dari situlah, Jokowi menyadari bahwa aparat membutuhkan payung hukum yang kuat berupa undang-undang terorisme. Sehingga aparat dapat menindak tegas perihal pencegahan maupun penindakan.
Untuk diketahui, Jokowi mengaku telah menyodorkan draf revisi UU Terorisme pada bulan Februari 2016 silam. Hal itu tentunya sudah berlangsung sejak satu tahun yang lalu. Namun, herannya, kenapa sampai sekarang belum juga dirampungkan?
Seperti musim penghujan, apakah kehadiran payung harus selalu menunggu hujan datang? Begitu pula dengan aksi terorisme yang saat ini merajalela di Indonesia. Apakah payung hukum harus menunggu rangkaian bom bunuh diri dari sejumlah terorisme hingga merenggut nyawa manusia? Seharusnya pemerintah lebih siap siaga dan memastikan tugas aparat hukum terkait masuknya kelompok teroris ke Indonesia yang diduga berasal dari pendukung ISIS Suriah.
Belum ada komentar, jadilah yang pertama mengomentari artikel ini
Dapatkan strategi SEO terbaik untuk meningkatkan trafik organik serta solusi periklanan yang tepat sasaran.