Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) ciptakan sebuah alat canggih yang bisa mendeteksi keberadaan korban kecelakaan bencana di laut. Perancang yng terdiri dari 3 orang itu yakni Muhammad Arkaan Izhraqi, Nyoman Abiwinanda, dan Adinda Sekarwangi. Mereka menamai alat canggih yang mereka buat dengan nama HDS (Human Detection System).
Arkaan menjelaskan, HDS merupakan gabungan teknologi Machine Learning dan Unmanned Aerial Vehicle (UAV), yang mampu membantu pencarian korban kecelakaan di laut. Latar belakang ditemukannya ide tersebut karena Indonesia kerap terjadi kecelakaan di laut, di mana korbannya sulit sekali ditemukan.
"Jadi awalnya terinspirasi dari Badan SAR Nasional yang menggunakan drone sebagai suatu sistem UAV dalam pencarian korban di laut, namun pencariannya masih bersifat manual tanpa adanya suatu sistem pendeteksi sehingga akan membutuhkan waktu yang lama dalam pencariannya," jelas Arkaan.
Arkaan menambahkan, HDS lebih unggul dibanding UAV sebab bekerja secara otomatis tanpa pemantauan oleh operator di ground station. Sebab mengintegrasikan sistem autopilot UAV berupa Hexa Copter dengan perangkat lunak pendeteksian obyek, sehingga proses pencarian dapat diotomatisasi dan proses pencarian memungkinkan dilakukan secara parallel. Hal ini memberikan keuntungan pada daerah pencarian yang cukup luas sehingga operator tidak memungkinkan memantau pencarian selama 24 jam.
Alat yang diciptakan di bawah bimbingan dosen Teknik Elektro ITB, yakni Arif Sasongko, S.T., M.T., Ph.d. dan Muhammad Iqbal Arsyad, S.T., M.T. ini menggunakan hexacopter yang dikendalikan secara autopilot.
Arkaan pun memaparkan cara kerja HDS, yakni dimulai dari penerbangan Hexa Copter yang sesuai dengan waypoint yang ditetapkan oleh operator di ground station. Lalu video akan ditransmisikan ke ground station, dan di proses dengan software pendeteksi manusia. Di bagian antarmuka ground station, akan ditampilkan notifikasi berupa bonding box. Sehingga apabila ada manusia yang terdeteksi, alarm akan berbunyi. Selanjutnya, muncul output akhir yang dihasilkan dari antar muka yang merupakan posisi korban dalam bentuk koordinat.
Adapun algoritma khusus yang digunakan ialah Algoritma Deteksi yang disebut You Only Look Once (YOLOv2) yang ditanam di komputer ground station, dan dioptimasi lebih lanjut dengan boosting tracker berkecepatan 18 FPS (Frames per Second). Di mana objek yang mampu terdeteksi berupa manusia dan kapal.
Namun, alat ini memiliki kelemahan yaitu pendeteksian objek hanya yang berada di dekat permukaan laut saja. Sehigga, dengan adanya kelemahan tersebut perlu dilakukan peningkatan pada pengambilan gambar misalnya dengan menggunakan kamera inframerah.
Meski karyanya telah dipamerkan di salah satu stand EEDays 2018 yang berlangsung pada tanggal 22-24 Mei 2018, di Aula Timur ITB, sebagai salah satu syarat kelulusan, ia selalu berharap kedepannya HDS dapat digunakan untuk membantu evakuasi korban kecelakaan di laut dengan lebih cepat. Tentunya dengan sejumlah peningkatan teknologi yang terpasang di dalamnya.
Alat itupun sempat dicoba di dalam gedung Aula Timur ITB selama pameran berlangsung.