Musala Mahjub yang ada di Jl. Hang Tuah, Kelurahan Tambaan, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, telah berumur satu abad. Umur tersebut terlihat pada bangunannya yang sudah rapuh, namun takmir tetap mempertahankan bentuk aslinya.
Tidak ada yang menyangka, jika fondasi musala yang terbuat dari kayu itu sudah berusia lebih dari satu abad karena bangunan kuno tersebut tetap berdiri kokoh. Tempat wudlu dan kamar mandi musala Mahjub pun yang kondisinya masih terawat dan keasliannya tak berubah sejak dibangun seabad lalu. Bahkan, musala ini masih rutin digunakan warga setempat untuk menunaikan salat lima waktu.
Nama musala tersebut diambil dari nama imam salat pada musala tersebut yaitu Mahjub. Musala Mahjub ini didirikan moyangnya, yakni Abdul Latif. Kini warga setempat mengaku tidak mengetahui secara pasti kapan tempat ibadah ini didirikan. Namun, sebelum kakeknya yang bernama Adnan meninggal di usia 65 tahun pada 1950, musala itu sudah berdiri.
Awal mula pendirian musala itu, karena Abdul Latif melihat saat itu di Jl. Hang Tuah tidak ada musala ataupun masjid yang bisa digunakan warga untuk beribadah. Karena itu, ia membangun musala ini di sisi utara rumahnya.
Menurut anak Mahjub, Abdullah Mahjub, kebetulan Abdul Latif ini termasuk pedagang ikan yang sukses saat itu. Dan sudah menjadi tradisi orang dahulu, jika yang memiliki kelebihan harta diharapkan menyumbang demi kepentingan masyarakat.
Ukuran musala ini seperti musala pada umumnya 8x7 meter dan mampu menampung 70 jamaah. Terhitung, sudah 5 generasi yang pernah menjadi imam di musala itu. Setelah Abdul Latif meninggal, digantikan Adnan, lalu berturut-turut Mahjub, Masykur, dan Mansyur.
Abdullah menuturkan, imam musala tidak harus dari keluarga. Namun, pria yang dianggap memiliki pemahaman agama luas dan hafalan Alqurannya paling banyak. Bahkan, dua nama terkahir yang menjadi imam adalah warga setempat.
Ia menyebut, musala ini masih terjaga keasliannya sejak pertama kali dibangun. Hanya ada dua bagian yang sudah berubah. Yakni, bagian belakang yang terbagi menjadi dua bilik. Ruangan tersebut dimanfaatkan untuk tamu yang hendak menginap. Jika dulunya dari kayu, kini diganti menggunakan batako karena rusak.
Selain itu, genting kamar mandi yang terletak di sisi utara musala. Awalnya, atap ruangan itu berbentuk joglo. Namun saat ini tinggal sebagian saja, sebab sudah rapuh. Selain kedua bagian itu, tetap dibiarkan seperti saat pertama kali dibangun. Kalaupun ada pembenahan hanya dilabur dan dicat setiap tahun agar tetap terawat.
Abdullah mengungkapkan, pihaknya pernah mendapatkan pengalaman kurang menyenangkan. Pada 1997 silam, ada salah seorang warga yang meminta agar musala dilakukan pemugaran secara total. Ternyata, setelah ditelusuri, orang tersebut ingin membeli kayu musala.
Ia berharap agar ada perhatian dari Pemkot Pasuruan untuk membantu dan menjaga Musala Mahjub tetap terawat. Sebab, musala ini termasuk warisan budaya Kota Pasuruan yang masih terjaga sampai saat ini.
“Harapannya, kami ingin ada perhatian pemkot pada musala ini. Sebenarnya, kami ingin melakukan rehab berat. Namun, tetap tidak mengubah bentuknya. Soalnya, sejumlah ukiran di ruang bilik hilang, namun kami terkendala biaya,” harapnya.
Musala yang telah berumur satu abad tersebut tampaknya meninggalkan kenangan bagi para pengunjungnya untuk melaksakan ibadah salat, khususnya warga setempat. Walaupun warga tidak mengetahui secara lengkap bagaimana musala itu dibangun.
Komponen bangunan musala yang khas juga memberikan daya tarik tertentu. Wajar apabila orang mengincar komponen bangunan tersebut untuk dijual atau mungkin bahkan dicuri. Sehingga perlu keamanan yang ketat dari warga sekitar untuk menjaga kondisi bangunan musala tersebut.
Belum ada komentar, jadilah yang pertama mengomentari artikel ini
Dapatkan strategi SEO terbaik untuk meningkatkan trafik organik serta solusi periklanan yang tepat sasaran.