LampuHijau – Sejak dibentuk pada Desember 2016 lalu, tim sapu bersih pungutan liar (saber pungli) Tarakan akhirnya mengungkap adanya dugaan praktik pungli dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT).
Dalam OTT tersebut, polisi mengamankan seorang oknum ketua RT berinisial AB dengan barang bukti uang tunai sebanyak Rp 1,5 juta. Selain ketua RT, dalam pengembangannya polisi juga menangkap seorang oknum PNS berinisial AA yang berdinas di Dinas Perpusatakaan dan Kearsipan Daerah Tarakan.
Ketua Tim Saber Pungli, Kompol Riski Fara Shandy mengatakan, OTT tersebut dilakukan di salah satu kedai kopi di Kelurahan Karang Balik, Minggu (29/10) sekitar pukul 10.00 Wita.
Awalnya salah seorang korban berinisial RS berniat untuk membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) melalui AB, oknum Ketua RT di wilayah Kelurahan Selumit Pantai. Saat itu RS dimintai dana sebanyak Rp 1,5 juta oleh AB untuk mempercepat pengurusan KTP-nya.
RS tidak diam melihat kejanggalan ini. Dia lantas menghubungi tim intel Polres Tarakan. "Korban (RS) ini juga sempat bertanya-tanya, kok buat KTP mahal sekali. Makanya tim kami langsung bergerak untuk mencari tahu," kata Riski saat dikonfirmasi Radar Tarakan, Senin (30/10).
Kasus ini langsung menyita perhatian tim Reserse Kriminal (Reskrim). Hingga akhirnya RS dan AB menjadwalkan untuk bertemu di kedai kopi tersebut.
Saat pertemuan itulah polisi langsung melakukan penggerebekan. Benar saja, dalam OTT itu, AB sedang menerima uang senilai Rp 1,5 juta yang diduga suap KTP dan kartu keluarga (KK) yang ada di atas meja.
Saat dilakukan penangkapan, AB tampak pasrah dan tidak melawan petugas. "Jadi transaksi ini lewat AB. Selain mengamankan uang dan KK, kami juga mengamankan dua unit handphone (hp)," tegas Riski.
Setelah mengamankan oknum ketua RT, polisi langsung melakukan pengembangan kasusnya. Alhasil, AB mengaku bekerja sama dengan salah seorang oknum PNS di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Tarakan (Disdukcapil) Tarakan berinisial AA untuk memperlancar kepengurusan KTP tersebut.
Namun ketika polisi mengecek kebenarannya, ternyata AA sudah tidak bekerja di Disdukcapil, melainkan di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Tarakan. "Ya, ada indikasi kalau AA ini kerja sama dengan oknum di Disdukcapil juga. Katanya dari honorer, tapi kami akan kembangkan terus," ungkap Riski.
Untuk kasus ini, tim saber pungli tidak bisa menerapkan kasus OTT tersebut ke unit tindak pidana korupsi (Tipikor). Pasalnya, tidak ada kerugian negara yang diakibatkan oleh kedua belah pihak. Pihaknya juga belum bisa memastikan, apakah nantinya kedua pelaku akan dikenakan unsur pidana lain, seperti korupsi atau yang lain.
Akan tetapi, wakapolres menegaskan kedua pelaku sudah melanggar pasal pemerasan dan penipuan yakni pasal 368 dan 378 KUHP. "Kalau untuk pasal 368 ancamannya maksimal 9 tahun dan pasal 378 ancamannya maksimal 4 tahun penjara," paparnya.
Kepolisian masih akan mendalami kasus ini. Sebab dari informasi yang diterima, AA juga pernah terlibat pada kasus yang sama. Namun tim saber pungli belum bisa memastikan.
Untuk itulah pihaknya mengimbau pada warga yang akan berurusan dengan pelayanan publik, agar mengikuti sesuai prosedur. "Entah itu mau buat KTP atau SIM harus sesuai prosedur. Masa kalau mau buat KTP harus janjian di warung? Memang mengantre, kan bukan hanya 1 orang yang dilayani. Kalau berurusan dengan calo, pasti ada praktik pungli," pungkas pria berpangkat melati satu ini.
Saat dikonfirmasi, Sekretaris Disdukcapil Kota Tarakan, Hamsyah membenarkan jika AA pernah bekerja di Disdukcapil Tarakan. Namun AA telah dimutasi dan sudah lama tidak bertugas di Disdukcapil.
Hamsyah hanya menegaskan, jika ada oknum honorer yang terlibat dan bekerja sama dengan AA, pihaknya dengan tegas akan mengeluarkan oknum tersebut. "Jika ada (oknum honorer) terlibat, kami keluarkan. Dulu jumlah honorer ada 15, sekarang sisa 13 orang," singkatnya saat dihubungi melalui telepon seluler, tadi malam.
TERBUKTI BERSALAH BISA KEHILANGAN JABATAN
Menanggapi kasus OTT ini, Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah, Ibrahim mengatakan oknum berinisial AA ini, baru tiga bulan menjadi staf di SKPD-nya. Dirinya sendiri tidak mengetahui pasti alur cerita penangkapan AA, karena memang operasi tersebut tidak dilakukan di kantor.
“Saya juga baru mengetahui hal ini, yang pasti dia ini staf biasa di perpustakaan karena baru tiga bulan bekerja,” ujar Ibrahim.
Untuk pembinaan dan arahan, memang telah dilakukan setiap hari saat apel, begitu juga saat pertemuan-pertemuan. Tetapi karena memang kasus yang dilakukan adalah kegiatan Disdukcapil, sehingga pihaknya tidak mengetahui bagaimana bisa orang luar mengurus masalah KTP ke anak buahnya.
“Kan ada SOP capil, yang jelas memang AA ini pernah bekerja di capil,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengembangan, Disiplin, dan Kesejahteraan Aparatur Sipil Negara, Muhammad Saadudin Hakim mengatakan untuk sanksi yang diberikan pihaknya masih menunggu kejelasan status hukum dari kepolisian.
Meski begitu, sanksi kepegawaian tetap akan diberikan. Apabila sampai diberikan hukuman pidana, pasti akan diberikan sanksi lagi. “Kalaupun tidak sampai pidana penjara, kemungkinan akan diberikan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)” katanya.
Nanti dari hasil BAP, akan dilihat kembali. Jika memang melakukan pelanggaran maka akan dijatuhkan sanksi hukuman disiplin.
Pihaknya juga akan membentuk tim dan dirapatkan, dari situlah keputusan dapat diambil. Hukuman juga bervariasi, bisa tingkat sedang atau berat. “Karena ini membawa nama pemerintah kota Tarakan,” ujarnya.
Apabila memang AA harus dipidana, maka harus menjalani masa pidana terlebih dahulu. Kalau terbukti bersalah, maka pihaknya dapat menjatuhkan sanksi berdasarkan putusan pengadilan. “Dilihat lagi, dijerat dengan pasal apa. Tapi jika masuk dalam kategori pelanggaran jabatan, bisa saja diberhentikan dengan tidak terhormat,” pungkasnya.