Pengumuman Terbaru

Promosi Backlink Dan Iklan Di Website Lampu Hijau - Dapatkan strategi SEO terbaik untuk meningkatkan trafik organik serta solusi periklanan yang tepat sasaran.

Daftar Sekarang!

Kata “Rohingya” Tidak Sekalipun Terdengar dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-31 ASEAN


Foto Profil Penulis Dika Mustika
Kata “Rohingya” Tidak Sekalipun Terdengar dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-31 ASEAN
Kata “Rohingya” Tidak Sekalipun Terdengar dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-31 ASEAN

LampuHijau - Bagaimana kabar Rohingnya saat ini?

PBB mendefinisikan Rohingya sebagai minoritas agama. Rohingya adalah salah satu dari minoritas yang paling mendapat perlakuan buruk di dunia. Namun asal kata Rohingya, dan bagaimana mereka muncul di Myanmar, menjadi isu kontroversial. Sebagian sejarawan mengatakan kelompok ini sudah berasal dari ratusan tahun lalu dan lainnya mengatakan mereka baru muncul sebagai kekuatan identitas dalam seabad terakhir.

Pemerintah Myanmar bersikeras bahwa mereka adalah pendatang baru dari subkontinen India, sehingga konstitusi negara itu tidak memasukkan mereka dalam kelompok masyarakat adat yang berhak mendapat kewarganegaraan.

Mereka tinggal di salah satu negara bagian termiskin di Myanmar, dan gerakan dan akses mereka terhadap pekerjaan sangat dibatasi.

Naskah awal komunike bersama hasil Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-31 ASEAN dilaporkan tidak sekali pun mencantumkan kata “Rohingya” sebagai sebutan untuk etnis Muslim korban kekerasan militer di Negara Bagian Rakhine, Myanmar.

Merujuk dokumen yang didapatkan Reuters pada Senin (13/11), satu paragraf komunike itu hanya menyebutkan pentingnya bantuan kemanusiaan untuk komunitas yang terkena dampak di bagian utara Rakhine. Selebihnya, naskah itu menyebutkan pentingnya bantuan yang diberikan kepada korban bencana alam di Vietnam dan korban pertempuran dengan militan di Filipina.

Naskah tersebut juga tidak memberikan perincian situasi di Rakhine atau bahkan menggunakan istilah Rohingya untuk minoritas Muslim yang teraniaya. Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi sebelumnya telah meminta para pemimpin asing untuk menghindari penyebutan nama Rohingya.

Bermula pada serangan militan Rohingya pada Agustus lalu, aksi pembalasan brutal oleh militer Myanmar telah memunculkan salah satu gelombang eksodus terbesar di dunia. Sedikitnya 600 ribu etnis Rohingya, kebanyakan perempuan, lanjut usia, dan anak-anak, mengungsi dari Rakhine ke Bangladesh. Para pengungsi Rohingya sejauh ini hidup dalam kondisi memprihatinkan di pengungsian di Cox’s Bazar, Bangladesh.

Tak sedikit negara anggota ASEAN, khususnya Malaysia dan Indonesia, telah menyuarakan keprihatinan mereka. Namun, sesuai dengan prinsip ASEAN yang tidak mencampuri urusan dalam negeri satu sama lain, masalah tersebut tampaknya telah dikesampingkan dalam KTT kali ini.

Pada pleno KTT ke-31 ASEAN, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan dalam pidatonya, atas keprihatinannya terhadap krisis kemanusiaan yang terjadi di Rakhine. Meski begitu, senada dengan draf pernyataan bersama ASEAN, Presiden tak menggunakan kata Rohingya.

"Kita semua sangat prihatin dengan krisis kemanusiaan di Rakhine State dan juga paham akan kompleksitas masalah di Rakhine State, namun kita juga tidak dapat berdiam diri,” ucap Jokowi, dari siaran resmi Istana Negara, Senin (13/11).

Menurut Jokowi, jika dibiarkan, masalah ini akan berdampak pada keamanan dan stabilitas di kawasan, termasuk memicu munculnya radikalisme serta penyelundupan manusia.

“Kita harus bergerak bersama. Myanmar tidak boleh tinggal (diam). ASEAN juga tidak boleh tinggal diam,” pungkas Presiden.

Presiden menyampaikan, Pemerintah Indonesia telah ikut berkontribusi mengatasi krisis tersebut dengan memberikan bantuan kemanusiaan. Selain itu, Indonesia juga telah memberikan usulan formula 4+1 untuk Rakhine, termasuk mendukung implementasi rekomendasi dari mantan sekjen PBB Kofi Annan yang ditugasi sebagai kepala tim pencari fakta oleh Pemerintah Myanmar.

Lebih lanjut, Presiden berharap agar tiga butir yang dijanjikan Aung San Suu Kyi, yaitu repatriasi dan bantuan kemanusian, pemukiman kembali dan rehabilitasi, serta pembangunan dan perdamaian dapat diimplementasikan. Pemerintah Indonesia berharap pembicaraan antara Bangladesh dan Myanmar terkait repatriasi dapat segera diselesaikan dan diimplementasikan.

Selain itu, dalam forum ini, Presiden Jokowi juga mengharapkan agar The ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre) bisa mendapatkan akses secara penuh untuk memberikan bantuannya.

“Dan, akan baik jika ASEAN menjadi bagian penyelesaian masalah. Kita harus buktikan kepada masyarakat kita dan dunia bahwa kita mampu menangani masalah kita,” kata Jokowi.


Tryout.id: Solusi Pasti Lulus Ujian, Tes Kerja, dan Masuk Kuliah Banner Bersponsor

Suka

Tag Terkait



Kirim Komentar


0 / 1000



Jasa Buzzer Viral View Like Komen Share Posting Download, Menggiring Opini Publik Banner Bersponsor

Trending


Lihat lainnya

Blogroll


Kategori Populer


Tag Populer


Pantau Reputasi Online Anda Dengan RajaMonitoring.com Banner Bersponsor

Terbaru


Lihat lainnya

Pengumuman Terbaru

Promosi Backlink Dan Iklan Di Website Lampu Hijau

Dapatkan strategi SEO terbaik untuk meningkatkan trafik organik serta solusi periklanan yang tepat sasaran.