Kota Cirebon, Jawa Barat memiliki jejak masa silam yang ikonik bernama Kereta Singa Barong. Transportasi yang menyerupai kereta kencana ini difungsikan saat malam kirab keraton pada 1 Muharram dan hanya boleh dikendarai oleh Sultan Keraton Kasepuhan.
Namun di balik kesakralannya, kereta yang dibuat oleh salah satu keturunan Sunan Gunung Jati bernama Pangeran Angkawijaya atau Pangeran Losari itu, ternyata memiliki kecanggihan teknologi yang melampaui zaman. Salah satunya menggunakan sistem power steering pada abad ke-15. Kereta Singa Barong ini telah menjadi ikon dari Kota Cirebon dan Keraton Kasepuhan.
Tidak Ditarik oleh Kuda
Di masa lampau, kereta Singa Barong hanya boleh ditarik oleh empat ekor kerbau bule atau kerbau albino. Kereta ini juga hanya berkeliling di dua wilayah yakni Pasuketan dan Lemahwungkuk. Saat itu, kawasan tersebut dikenal sebagai Kota Raja, dengan luas kurang lebih 50 hektar.
Pada masa itu, kereta ini sempat dipergunakan oleh kalangan raja di Keraton Kasepuhan mulai dari Panembahan Pakungwati 1 (1526 - 1649) hingga terakhir di tahun 1942 silam.
Saat terakhir digunakan, kondisinya sudah cukup memprihatinkan dan rapuh. Selain itu, kerbau bule juga sudah sangat jarang di Jawa, sehingga kereta ini disimpan di sebuah ruangan Keraton Kasepuhan yang kini menjadi museum keraton.
Menggunakan Sistem Power Steering
Sebagaimana disebutkan, kereta ini konon dikategorikan sebagai kendaraan kerajaan terbaik dengan sistem suspensi yang sempurna, di masa itu.
Terlihat dari ringannya kendali perputaran belok, mirip dengan konsep power steering yang ada di kendaraan modern era sekarang. Bahkan, keempat roda dibuat secara miring ke arah luar agar melindungi body saat menerjang genangan air. Teknologi di Cirebon zaman dahulu sudah canggih sekali, karena zaman dahulu rodanya sudah bisa dibuat power steering, dan bisa berputar kurang lebih 90 derajat.
Badan Kereta Bisa Hidup seperti Hewan
Kecanggihan lainnya adalah ketika kereta ini berjalan, di mana tiga unsur hewan seperti sayap burung, kepala naga dan belalai gajah di bagian kiri dan kanannya bisa bergerak mengikuti irama laju kereta.
Ketiga unsur tersebut juga memiliki arti. Seperti sayap burung yang melambangkan persahabatan antara Cirebon dengan Arab, kemudian kepala naga yang punya kaitan erat dengan bangsa Tionghoa dan terakhir belalai gajah sebagai simbol kerja sama dengan negara India yang beragama Hindu.
Di bagian depan ada sebuah senjata bernama trisula, di mana itu merupakan penggabungan dari tiga unsur budaya yang ada di kereta Singa Barong. Tajam yang di maksud bukan objek untuk melukai, tetap ke pikiran lewat cipta, rasa dan karsa. Dan saat berjalan sayapnya turut mengepak, lidah naganya menjulur dan bodynya akan bergoyang. Ini yang disebut canggihnya arsitek di zaman dulu.
Terdapat Replika Pengganti
Kini, kereta tersebut telah digantikan fungsinya oleh kereta replika Singa Barong yang biasa digunakan saat perayaan adat di Keraton Kasepuhan. Kereta tersebut dibuat di tahun 1995, dan masih terbilang kokoh. Kereta Singa Barong asli juga memiliki warna yang cerah, dengan bahan dasar dari kayu laba atau kayu sono keeling dan dilapisi intan beserta mutiara.